Untuk dapat mencapai prestasi akademik yang optimal, seorang anak memerlukan penguasaan keterampilan prasyarat. Anak yang memperoleh prestasi belajar yang rendah karena kurang menguasai keterampilan prasyarat, pada umumnya dapat
mencapai prestasi akademik yang diharapkan setelah terlebih dahulu anak tersebut menguasai keterampilan prasyarat.
Sebagai contoh agar anak dapat menyelesaikan soal matematika bentuk cerita, seorang anak harus menguasai terlebih dahulu keterampilan membaca pemahaman. Untuk dapat membaca, seorang anak harus sudah berkembang kemampuan dalam melakukan diskriminasi visual maupun auditif, ingatan visual maupun auditoris, dan kemampuan untuk memusatkan perhatian. Tanpa memiliki keterampilan tersebut jangan diharapkan anak tersebut dapat mengerjakan soal-soal matematika dalam bentuk cerita.
mencapai prestasi akademik yang diharapkan setelah terlebih dahulu anak tersebut menguasai keterampilan prasyarat.
Sebagai contoh agar anak dapat menyelesaikan soal matematika bentuk cerita, seorang anak harus menguasai terlebih dahulu keterampilan membaca pemahaman. Untuk dapat membaca, seorang anak harus sudah berkembang kemampuan dalam melakukan diskriminasi visual maupun auditif, ingatan visual maupun auditoris, dan kemampuan untuk memusatkan perhatian. Tanpa memiliki keterampilan tersebut jangan diharapkan anak tersebut dapat mengerjakan soal-soal matematika dalam bentuk cerita.
Faktor lainnya agar proses pembelajaran berhasil adalah adanya ‘perhatian’ dari siswa, ‘perhatian’ berperan amat penting sebagai langkah awal yang akan memacu aktivitas-aktivitas berikutnya. Dengan ‘perhatian’, seseorang berupaya memusatkan pikiran, perasaan emosional atau segi fisik dan unsur psikisnya kepada sesuatu yang menjadi tumpuan perhatiannya.
Gage dan Berliner (1984) mengungkapkan, tanpa adanya perhatian tidak mungkin terjadi belajar. Jadi, seseorang siswa yang menaruh minat terhadap materi pelajaran, biasanya perhatiannya akan lebih intensif dan kemudian timbul motivasi dalam dirinya untuk mempelajari materi pelajaran tersebut.
Berdasarkan uraian di atas jelas sekali bahwa upaya meningkatkan motivasi belajar pada anak berkesulitan belajar merupakan salah satu bagian yang penting dalam mengoptimalkan potensi yang dimilikinya.
Pengertian Motivasi
Banyak para ahli yang sudah mengemukakan pengertian motivasi dengan berbagai sudut pandang mereka masing-masing, namun intinya sama, yakni sebagai suatu pendorong yang mengubah energi dalam diri seseorang ke dalam bentuk aktivitas nyata untuk mencapai tujuan tertentu.
Mc. Donald mengatakan bahwa, motivasi adalah suatu perubahan energi di dalam pribadi seseorang yang ditandai dengan timbulnya afektif (perasaan) dan reaksi untuk mencapai tujuan. Dalam proses belajar, motivasi sangat diperlukan, sebab seseorang yang mempunyai motivasi dalam belajar, tak akan mungkin melakukan aktifitas belajar.
Di sini, motivasi belajar dapat didefinisikan sebagai usaha-usaha seseorang (siswa) untuk menyediakan segala daya (kondisi-kondisi) untuk belajar sehingga ia mau atau ingin melakukan proses pembelajaran.
Dengan demikian, motivasi belajar dapat berasal dari diri pribadi siswa itu sendiri (motivasi intrinsik/motivasi internal) dan/atau berasal dari luar diri pribadi siswa (motivasi ekstrinsik/motivasi eksternal). Kedua jenis motivasi ini saling berhubungan satu dengan yang lainnya, membentuk satu sistem motivasi yang menggerakkan siswa untuk belajar.
Jelaslah sudah pentingnya motivasi belajar bagi siswa. Ibarat seseorang menjalani hidup dan kehidupannya, tanpa dilandasi motivasi maka hanya kehampaanlah yang diterimanya dari hari ke hari. Tapi dengan adanya motivasi yang tumbuh kuat dalam diri seseorang maka hal itu akan merupakan modal penggerak utama dalam melakoni dunia ini hingga nyawa seseorang berhenti berdetak. Begitu pula dengan siswa, selama ia menjadi pembelajar selama itu pula membutuhkan motivasi belajar guna keberhasilan proses pembelajarannya.
Kesulitan Belajar
Definisi kesulitan belajar pertama kali dikemukakan oleh The United States Office of Education (USOE) pada tahun 1977, yang hampir identik dengan definisi yang dikeluarkan oleh The National Advisory Committee on Handicapped Children tahun 1967 (Mulyono Abdurrahman,1995: 9-10). Definisi tersebut berbunyi:
Kesulitan belajar khusus adalah suatu gangguan dalam satu atau lebih dari proses psikologis dasar yang mencakup pemahaman dan penggunaan bahasa ujaran atau tulisan. Gangguan tersebut mungkin menampakkan diri dalam bentuk kesulitan mendengarkan, berfikir, berbicara, membaca, menulis, mengeja, atau berhitung. Batasan tersebut mencakup kondisi-kondisi seperti gangguan perseptual, luka pada otak, disleksia, dan afasia perkembangan. Batasan tersebut tidak mencakup anak-anak yang memiliki problema belajar yang penyebab utamanya berasal dari adanya hambatan dalam penglihatan, pendengaran atau motorik, hambatan karena tunagrahita, karena gangguan emosional, atau karena kemiskinan lingkungan, budaya, atau ekonomi.
The Board of the Association for Children and Adulth with Learning Disabilities (ACALD) mengemukakan definisi tentang kesulitan belajar, yaitu:
Kesulitan belajar khusus adalah suatu kondisi kronis yang diduga bersumber neurologis yang secara selektif mengganggu perkembangan, integrasi, dan/atau kemampuan verbal dan/atau non-verbal. Kesulitan belajar khusus tampil sebagai suatu kondisi ketidakmampuan yang nyata pada orang-orang yang memiliki inteligensi rata-rata hingga superior, yang memiliki sistem sensoris yang cukup, dan kesempatan untuk belajar yang cukup pula. Berbagai kondisi tersebut bervariasi dalam perwujudan dan derajatnya. Kondisi tersebut dapat berpengaruh terhadap harga diri, pendidikan, pekerjaan, sosialisasi, dan/atau aktivitas kehidupan sehari-hari sepanjang kehidupan.
Meskipun terdapat perbedaan antara kedua definisi yang telah dikemukakan, akan tetapi keduanya memiliki beberapa titik-titik kesamaan, yaitu: (1) kemungkinan adanya disfungsi neurologis, (2) adanya kesulitan dalam tugas-tugas akademik, (3) adanya kesenjangan antara prestasi dengan potensi, dan (4) adanya pengeluaran dari sebab-sebab lain.
Di Indonesia belum ada definisi yang baku tentang kesulitan belajar. Para guru umumnya memandang semua siswa yang memperoleh prestasi belajar rendah disebut siswa berkesulitan belajar. Dalam kondisi seperti itu, kiranya dapat dipertimbangkan untuk mengadopsi definisi yang dikemukakan oleh ACALD untuk digunakan dalam dunia pendidikan di Indonesia.
Klasifikasi Anak Berkesulitan Belajar
Secara garis besar kesulitan belajar menurut Mulyono Abdurrahman (1995:16-17) dapat diklasifikasikan ke dalam dua kelompok yaitu; (1) Kesulitan belajar yang berhubungan dengan perkembangan (developmental learning disabilities) dan (2) kesulitan belajar akademik (academic learning disabilities). Kesulitan belajar yang berhubungan dengan perkembangan mencakup gangguan motorik dan persepsi, kesulitan belajar bahasa dan komunikasi, dan kesulitan belajar dalam penyesuaian perilaku sosial. Kesulitan belajar akademik menunjuk pada adanya kegagalan-kegagalan pencapaian prestasi akademik yang sesuai dengan kapasitas yang diharapkan. Kegagalan-kegagalan tersebut mencakup penguasaan keterampilan dalam membaca, menulis dan matematika.
Kesulitan belajar akademik dapat diketahui oleh guru atau orang tua ketika anak gagal menampilkan salah satu atau beberapa kemampuan akademik. Sedangkan kesulitan belajar yang bersifat perkembangan umumnya sukar diketahui baik oleh orang tua maupun oleh guru karena tidak ada pengukuran-pengukuran yang sistematik seperti halnya dalam bidang akademik.
Meskipun beberapa kesulitan belajar yang berhubungan dengan perkembangan sering berkaitan dengan kegagalan dalam pencapaian prestasi akademik, hubungan antara keduanya tidak selalu jelas.
DI Indonesia terdapat beberapa penelitian terhadap keberadaan anak berkesulitan belajar antara lain penelitian yang dilakukan terhadap 3.215 murid kelas satu hingga kelas enam SD di DKI Jakarta. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa terdapat 16,52% yang oleh gurunya diperkirakan sebagai murid yang termasuk berkesulitan belajar (Mulyono Abdurrahman & Nafsiah Ibrahim, 1994). Sejak tahun 1986, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia bekerjasama dengan USAID melaporkan bahwa di Indonesia diperkirakan terdapat 300.000 anak-anak yang membutuhkan layanan pendidikan khusus (Anak Berkebutuhan Khusus). Jika angka statistik 30% di Amerika Serikat digunakan, maka di Indonesia pada tahun 1986 diperkirakan terdapat 90.000 anak-anak berkesulitan belajar. Berdasarkan data yang ada di Dinas Pendidikan Kota Bandung bahwa jumlah siswa SD/MI pada tahun 2000/2001 sebanyak 228.366 orang. Jika diestimasikan bahwa sekitar 5% – 10% (berdasarkan penelitian Stanford Institute), maka diperkirakan anak yang mengalami kesulitan belajar berkisar antara 11.418 sampai 22.837 orang. Jumlah anak berkesulitan belajar akan semakin meningkat terutama setelah kriteria adaptabilitas sosial digunakan dalam menentukan anak tunagrahita selain taraf intelegensi, sehingga anak-anak yang semula dianggap sebagai tunagrahita ternyata termasuk anak berkesulitan belajar.
Peran Guru dan Orang Tua Anak Berkesulitan Belajar dalam Upaya Meningkatkan Motivasi Belajar
Para guru sangat menyadari penting motivasi di dalam membimbing belajar murid. Berbagai macam teknik misalnya kenaikan tingkat, penghargaan, piagam-piagam prestasi, pujian dan celaan telah digunakan untuk mendorong murid-murid agar mau belajar. Ada kalanya, guru-guru mempergunakan teknik-teknik tersebut secara tidak tepat.
Bukan hanya sekolah-sekolah yang berusaha memberi motivasi tingkah laku manusia kearah perubahan tingkah laku yang diharapkan. Orang tua atau keluarga pun ada yang telah berusaha memotivasi belajar anak-anak mereka.
Dari uraian diatas, ternyata kesadaran tentang pentingnya motivasi bagi perubahan tingkah laku manusia telah dimiliki, baik oleh para pendidik, para orang tua murid maupun masyarakat umum. Yang patut diperhatikan adalah bagaimana upaya meningkatkan motivasi belajar tersebut menggunakan pendekatan dan prosedur yang tepat sehingga sesuai dengan tujuan yang diinginkan.
Tindakan guru dan orang tua dalam memberikan motivasi belajar harus memperhatikan pada prinsip-prinsip motivasi yaitu:
1. Motivasi Sebagai Pendorong Perbuatan
Pada mulanya anak didik tidak ada hasrat untuk belajar, tetapi karena ada sesuaru yang dicari maka akan muncul minatnya untuk belajar. Sesuatu yang belum diketahui itu akhirnya mendorong anak didik untuk belajar dalam rangka mencari tahu. Jadi, motivasi yang berfungsi sebagai pendorong ini mempengaruhi sikap apa yang seharusnya diambil dalam rangka belajar.
2. Motivasi Sebagai Penggerak Perbuatan
Dorongan psikologis yang melahirkan sikap terhadap anak didik itu merupakan suatu kekuatan yang tak terbendung, yang kemudian terjelma dalam bentuk gerakan psikofisik. Disini anak didik sudah melakukan aktifitas belajar dengan segenap raga dan jiwa. Akal pikiran berproses dengan sikap pada yang cenderung tunduk dengan kehendak perbuatan belajar. Sikap berada dalam kepastian perbuatan dan akal pikiran mencoba membedah nilai yang terpatri dalam wacana, prinsip, dalil, dan hukum, sehingga mengerti betul isi yang dikandung.
3. Motivasi Sebagai Pengarah Perbuatan
Anak didik yang mempunyai motivasi dapat menyeleksi mana perbuatan yang harus dilakukan dan mana perbuatan yang diabaikan. Seorang anak didik yang ingin mendapatkan sesuatu dari suatu mata pelajaran tertentu, ttidak mungkin dipaksakan untuk mempelajari mata pelajaran yang lain. Pasti anak didik akan mempelajari mata pelajaran dimana tersimpan sesuatu yang akan dicari itu. Sesuatu yang akan dicari anak didik merupakan tujuan belajar yang akan dicapainya. Tujuan belajar itulah sebagai pengarah yang memberikan motivasi kepada anak didik dalam belajar.
Ada beberapa bentuk tindakan yang dapat dilakukan guru maupun orang tua dalam upaya meningkatkan motivasi belajar anak, antara lain:
1. Memberi Angka
Angka dimaksud adalah sebagai simbol atau nilai dari hasil aktivitas belajar anak didik. Angka atau nilai yang baik mempunyai potensi yang besar untuk memberikan motivasi kepada anak didik lainnya. Namun, guru harus menyadari bahwa angka/nilai bukanlah merupakan hasil belajar yang sejati, hasil belajar yang bermakna, karena hasil belajar seperti itu lebih menyentuh aspek kognitif. Bisa saja nilai itu bertentengan dengan efektif anak didik. Untuk itu guru perlu memberikan angka/nilai yang menyentuh aspek efektif dan keterampilan yang diperlihatkan anak didik dalam pergaulan/kehidupan sehari-hari. Penilaian harus juga diarahkan kepadda aspek kepribadian anak didik dengan cara mengamati kehidupan anak didik di sekolah, tidak hanya semata-mata berpedoman pada hasil ulangan di kelas, baik dalam bentuk formatif atau sumatif.
2. Hadiah
Hadiah adalah memberikan sesuatu kepada orang lain sebagai penghargaan atau kenang-kenangan/cenderamata. Dalam dunia pendidikan, hadiah atau reward bisa dijadikan sebagai alat motivasi. Hadiah dapat diberikan kepada anak didik yang menunjukkan kemauan dan peningkatan dari hasil belajarnya. Bentuk hadiah dapat beragam disesuaikan dengan kemampuan dan keinginan dari siswa yang penting hadih tersebut dapat memberikan nilai positif bagi peningkatan motivasi belajar siswa.
3. Kompetisi
Kompetisi adalah persaingan, dapat digunakan sebagai alat motivasi untuk medorong anak didik agar mereka bergairah belajar. Bila iklim belajar yang kondusif terbentuk, maka setiap anak didik terlihat dalam kompetisi untuk menguasai bahan pelajarran yang diberikan. Selanjutnya, setiap anak didik sebagian individu melibatkan diri mereka masing-masing kedalam aktivitas belajar. Kondisi inilah yang dikehendaki dalam pendidikan modern, yakni cara belajar siswa aktif (CBSA), bukan catat buku sampai akhir pelajaran yang merupakan kepanjangan dari CBSA pasaran. Kompetisi sebaiknya dilakukan dalam kondisi-kondisi tertentu, karena jika salah dalam pengelolaannya malah dapat menyebabkan siswa berkesulitan belajar malah menurun motivasi belajarnya.
4. Ego-Involvement
Menumbuhkan kesadaran kepada anak didik agar merasakan pentingnya tugas dan menerimanya sebagai suatu tantangan sehingga beklerja keras dengan mempertahankan harga diri, adalah sebagai salah ssatu bentuk motivasi yang cukup penting. Seseorang akan berusaha dengan segenap tenaga untuk mencapai prestasi yang baik dengan menjaga harga dirinya. Penyelesaian tugas dengan baik adalah simbol kebanggaan dan harga diri. Begitu juga dengan anak didik sebagai subjek belajar. Anak didik akan belajar dengan keras bisa jadi karena harga dirinya.
5. Memberi Ulangan
Ulangan bisa dijadikan sebagai motivasi, anak didik biasanya mempersiapkan diri dengan belajar jauh-jauh hari untuk menghadapi ulangan. Oleh karena itu, ulangan merupakan strategi yang cukup baik untuk memotivasi anak didik agar lebih giat belajar. Namun demikian, ulangan tidak selamanya dapat digunakan sebagai alat motivasi. Ulangan yang guru lakukan setiap hari dengan tak terprogram, hanya karena selera, akan membosankan anak didik.
Oleh karena itu,ulangan akan menjadi alat motivasi bila dilakukan secara akurat dengan teknik dan setrategi yang sestematis dan terencana.
6. Mengetahui Hasil
Mengetahui hasil belajar bisa dijadikan sebagai alat motivasi. Bagi anak didik yang menyadari betapa besarnya sebuah nilai prestasi belajar akan meningkatkan intensitas belajarnya guna mendapatkan prestasi belajar yang melebihi prestasi belajar diketahui sebelumnya. Prestasi belajar yang rendah menjadikan anak didik giat belajar untuk memperbaikinya. Sikap seperti itu bisa terjadi bila anak didik merasa rugi mendapat prestasi belajar yang tidak sesuai dengan harapan.
7. Pujian
Ujian yang diucapkan pada waktu yang tepat dapat dijadikan sebagai alat motivasi. Pujian adalah bentuk reinforcement yang positif dan sekaligus merupakan motivasi yang baik. Guru bisa memanfaatkan pujian untuk memuji keberhasilan anak didik dalam mengerjakan pekerjaan sekolah. Pujian diberikan sesuai dengan hasil kerja, bukan dibuat-buat atau bertentangan sama sekali dengan hasil kerjaan anak didik.
8. Hukuman
Meski hukuman sebagai reinforcement yang negatif, tetapi bila dilakukan dengan tepat dan bijak akan merupakan alat motivasi yang baik dan efiktif. Hukuman akan merupakan alat motivasi bila dilakukan dengan pendekatan edukatif, bukan karena dendam. Pedekatan edukatif dimaksud di sini sebagai hukuman yang mendidik dan bertujuan memperbaiki sikap perbuatan anak didik yang dianggap salah. Sehingga dengan hukuman yang diberikan itu anak didik tidak mengulangi kesalahan atau pelanggaran. Minimal mengurangi frekuensi pelanggaran. Akan lebih baik bila anak didik berhenti melakukannya dihari mendatang.
Motivasi merupakan keadaan internal organisme yang mendorong untuk berbuat sesuatu. Motivasi dapat dibedakan kedalam motivasi intrinsik dan ekstrinsik. Motivasi intrinsik merupakan keadaan yang berasal dari dalam diri siswa sendiri yang dapat mendorongnya untuk belajar,misalnya perasaan menyenangi materi dan kebutuhannya terhadap materi tersebut,apakah untuk kehidupannya di masa depan siswa yang bersangkutan atau untuk yang lain. motivasi ekstrinsik merupakan keadaan yang datang dari individu siswa yang juga mendorongnya untuk melakukan kegiatan belajar. Pujian dan hadiah,peraturan atau tata tertib sekolah, keteladanan orangtua, guru merupakan contoh-contoh kongkret motivasi ekstrinsik yang dapat mendorong siswa untuk belajar.
Kekurangan atau ketiadaan motivasi baik yang intrinsik maupun ektrinsik apalagi bagi anak berkesulitan belajar akan menyebabkan siswa kurang bersemangat untuk melakukan kegiatan belajar baik di sekolah maupun di rumah. Dampak lanjutnya adalah pencapaian hasil belajar yang kurang memuaskan.
(Materi ini disampaikan pada kegiatan Dialog Interaktif RC Kesulitan Belajar Dinas Pendidikan Prov. Jabar dengan Orang Tua Siswa SD yang Berkesulitan Belajar se Kecamatan Kiaracondong Bandung, 2009)
Gage dan Berliner (1984) mengungkapkan, tanpa adanya perhatian tidak mungkin terjadi belajar. Jadi, seseorang siswa yang menaruh minat terhadap materi pelajaran, biasanya perhatiannya akan lebih intensif dan kemudian timbul motivasi dalam dirinya untuk mempelajari materi pelajaran tersebut.
Berdasarkan uraian di atas jelas sekali bahwa upaya meningkatkan motivasi belajar pada anak berkesulitan belajar merupakan salah satu bagian yang penting dalam mengoptimalkan potensi yang dimilikinya.
Pengertian Motivasi
Banyak para ahli yang sudah mengemukakan pengertian motivasi dengan berbagai sudut pandang mereka masing-masing, namun intinya sama, yakni sebagai suatu pendorong yang mengubah energi dalam diri seseorang ke dalam bentuk aktivitas nyata untuk mencapai tujuan tertentu.
Mc. Donald mengatakan bahwa, motivasi adalah suatu perubahan energi di dalam pribadi seseorang yang ditandai dengan timbulnya afektif (perasaan) dan reaksi untuk mencapai tujuan. Dalam proses belajar, motivasi sangat diperlukan, sebab seseorang yang mempunyai motivasi dalam belajar, tak akan mungkin melakukan aktifitas belajar.
Di sini, motivasi belajar dapat didefinisikan sebagai usaha-usaha seseorang (siswa) untuk menyediakan segala daya (kondisi-kondisi) untuk belajar sehingga ia mau atau ingin melakukan proses pembelajaran.
Dengan demikian, motivasi belajar dapat berasal dari diri pribadi siswa itu sendiri (motivasi intrinsik/motivasi internal) dan/atau berasal dari luar diri pribadi siswa (motivasi ekstrinsik/motivasi eksternal). Kedua jenis motivasi ini saling berhubungan satu dengan yang lainnya, membentuk satu sistem motivasi yang menggerakkan siswa untuk belajar.
Jelaslah sudah pentingnya motivasi belajar bagi siswa. Ibarat seseorang menjalani hidup dan kehidupannya, tanpa dilandasi motivasi maka hanya kehampaanlah yang diterimanya dari hari ke hari. Tapi dengan adanya motivasi yang tumbuh kuat dalam diri seseorang maka hal itu akan merupakan modal penggerak utama dalam melakoni dunia ini hingga nyawa seseorang berhenti berdetak. Begitu pula dengan siswa, selama ia menjadi pembelajar selama itu pula membutuhkan motivasi belajar guna keberhasilan proses pembelajarannya.
Kesulitan Belajar
Definisi kesulitan belajar pertama kali dikemukakan oleh The United States Office of Education (USOE) pada tahun 1977, yang hampir identik dengan definisi yang dikeluarkan oleh The National Advisory Committee on Handicapped Children tahun 1967 (Mulyono Abdurrahman,1995: 9-10). Definisi tersebut berbunyi:
Kesulitan belajar khusus adalah suatu gangguan dalam satu atau lebih dari proses psikologis dasar yang mencakup pemahaman dan penggunaan bahasa ujaran atau tulisan. Gangguan tersebut mungkin menampakkan diri dalam bentuk kesulitan mendengarkan, berfikir, berbicara, membaca, menulis, mengeja, atau berhitung. Batasan tersebut mencakup kondisi-kondisi seperti gangguan perseptual, luka pada otak, disleksia, dan afasia perkembangan. Batasan tersebut tidak mencakup anak-anak yang memiliki problema belajar yang penyebab utamanya berasal dari adanya hambatan dalam penglihatan, pendengaran atau motorik, hambatan karena tunagrahita, karena gangguan emosional, atau karena kemiskinan lingkungan, budaya, atau ekonomi.
The Board of the Association for Children and Adulth with Learning Disabilities (ACALD) mengemukakan definisi tentang kesulitan belajar, yaitu:
Kesulitan belajar khusus adalah suatu kondisi kronis yang diduga bersumber neurologis yang secara selektif mengganggu perkembangan, integrasi, dan/atau kemampuan verbal dan/atau non-verbal. Kesulitan belajar khusus tampil sebagai suatu kondisi ketidakmampuan yang nyata pada orang-orang yang memiliki inteligensi rata-rata hingga superior, yang memiliki sistem sensoris yang cukup, dan kesempatan untuk belajar yang cukup pula. Berbagai kondisi tersebut bervariasi dalam perwujudan dan derajatnya. Kondisi tersebut dapat berpengaruh terhadap harga diri, pendidikan, pekerjaan, sosialisasi, dan/atau aktivitas kehidupan sehari-hari sepanjang kehidupan.
Meskipun terdapat perbedaan antara kedua definisi yang telah dikemukakan, akan tetapi keduanya memiliki beberapa titik-titik kesamaan, yaitu: (1) kemungkinan adanya disfungsi neurologis, (2) adanya kesulitan dalam tugas-tugas akademik, (3) adanya kesenjangan antara prestasi dengan potensi, dan (4) adanya pengeluaran dari sebab-sebab lain.
Di Indonesia belum ada definisi yang baku tentang kesulitan belajar. Para guru umumnya memandang semua siswa yang memperoleh prestasi belajar rendah disebut siswa berkesulitan belajar. Dalam kondisi seperti itu, kiranya dapat dipertimbangkan untuk mengadopsi definisi yang dikemukakan oleh ACALD untuk digunakan dalam dunia pendidikan di Indonesia.
Klasifikasi Anak Berkesulitan Belajar
Secara garis besar kesulitan belajar menurut Mulyono Abdurrahman (1995:16-17) dapat diklasifikasikan ke dalam dua kelompok yaitu; (1) Kesulitan belajar yang berhubungan dengan perkembangan (developmental learning disabilities) dan (2) kesulitan belajar akademik (academic learning disabilities). Kesulitan belajar yang berhubungan dengan perkembangan mencakup gangguan motorik dan persepsi, kesulitan belajar bahasa dan komunikasi, dan kesulitan belajar dalam penyesuaian perilaku sosial. Kesulitan belajar akademik menunjuk pada adanya kegagalan-kegagalan pencapaian prestasi akademik yang sesuai dengan kapasitas yang diharapkan. Kegagalan-kegagalan tersebut mencakup penguasaan keterampilan dalam membaca, menulis dan matematika.
Kesulitan belajar akademik dapat diketahui oleh guru atau orang tua ketika anak gagal menampilkan salah satu atau beberapa kemampuan akademik. Sedangkan kesulitan belajar yang bersifat perkembangan umumnya sukar diketahui baik oleh orang tua maupun oleh guru karena tidak ada pengukuran-pengukuran yang sistematik seperti halnya dalam bidang akademik.
Meskipun beberapa kesulitan belajar yang berhubungan dengan perkembangan sering berkaitan dengan kegagalan dalam pencapaian prestasi akademik, hubungan antara keduanya tidak selalu jelas.
DI Indonesia terdapat beberapa penelitian terhadap keberadaan anak berkesulitan belajar antara lain penelitian yang dilakukan terhadap 3.215 murid kelas satu hingga kelas enam SD di DKI Jakarta. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa terdapat 16,52% yang oleh gurunya diperkirakan sebagai murid yang termasuk berkesulitan belajar (Mulyono Abdurrahman & Nafsiah Ibrahim, 1994). Sejak tahun 1986, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia bekerjasama dengan USAID melaporkan bahwa di Indonesia diperkirakan terdapat 300.000 anak-anak yang membutuhkan layanan pendidikan khusus (Anak Berkebutuhan Khusus). Jika angka statistik 30% di Amerika Serikat digunakan, maka di Indonesia pada tahun 1986 diperkirakan terdapat 90.000 anak-anak berkesulitan belajar. Berdasarkan data yang ada di Dinas Pendidikan Kota Bandung bahwa jumlah siswa SD/MI pada tahun 2000/2001 sebanyak 228.366 orang. Jika diestimasikan bahwa sekitar 5% – 10% (berdasarkan penelitian Stanford Institute), maka diperkirakan anak yang mengalami kesulitan belajar berkisar antara 11.418 sampai 22.837 orang. Jumlah anak berkesulitan belajar akan semakin meningkat terutama setelah kriteria adaptabilitas sosial digunakan dalam menentukan anak tunagrahita selain taraf intelegensi, sehingga anak-anak yang semula dianggap sebagai tunagrahita ternyata termasuk anak berkesulitan belajar.
Peran Guru dan Orang Tua Anak Berkesulitan Belajar dalam Upaya Meningkatkan Motivasi Belajar
Para guru sangat menyadari penting motivasi di dalam membimbing belajar murid. Berbagai macam teknik misalnya kenaikan tingkat, penghargaan, piagam-piagam prestasi, pujian dan celaan telah digunakan untuk mendorong murid-murid agar mau belajar. Ada kalanya, guru-guru mempergunakan teknik-teknik tersebut secara tidak tepat.
Bukan hanya sekolah-sekolah yang berusaha memberi motivasi tingkah laku manusia kearah perubahan tingkah laku yang diharapkan. Orang tua atau keluarga pun ada yang telah berusaha memotivasi belajar anak-anak mereka.
Dari uraian diatas, ternyata kesadaran tentang pentingnya motivasi bagi perubahan tingkah laku manusia telah dimiliki, baik oleh para pendidik, para orang tua murid maupun masyarakat umum. Yang patut diperhatikan adalah bagaimana upaya meningkatkan motivasi belajar tersebut menggunakan pendekatan dan prosedur yang tepat sehingga sesuai dengan tujuan yang diinginkan.
Tindakan guru dan orang tua dalam memberikan motivasi belajar harus memperhatikan pada prinsip-prinsip motivasi yaitu:
1. Motivasi Sebagai Pendorong Perbuatan
Pada mulanya anak didik tidak ada hasrat untuk belajar, tetapi karena ada sesuaru yang dicari maka akan muncul minatnya untuk belajar. Sesuatu yang belum diketahui itu akhirnya mendorong anak didik untuk belajar dalam rangka mencari tahu. Jadi, motivasi yang berfungsi sebagai pendorong ini mempengaruhi sikap apa yang seharusnya diambil dalam rangka belajar.
2. Motivasi Sebagai Penggerak Perbuatan
Dorongan psikologis yang melahirkan sikap terhadap anak didik itu merupakan suatu kekuatan yang tak terbendung, yang kemudian terjelma dalam bentuk gerakan psikofisik. Disini anak didik sudah melakukan aktifitas belajar dengan segenap raga dan jiwa. Akal pikiran berproses dengan sikap pada yang cenderung tunduk dengan kehendak perbuatan belajar. Sikap berada dalam kepastian perbuatan dan akal pikiran mencoba membedah nilai yang terpatri dalam wacana, prinsip, dalil, dan hukum, sehingga mengerti betul isi yang dikandung.
3. Motivasi Sebagai Pengarah Perbuatan
Anak didik yang mempunyai motivasi dapat menyeleksi mana perbuatan yang harus dilakukan dan mana perbuatan yang diabaikan. Seorang anak didik yang ingin mendapatkan sesuatu dari suatu mata pelajaran tertentu, ttidak mungkin dipaksakan untuk mempelajari mata pelajaran yang lain. Pasti anak didik akan mempelajari mata pelajaran dimana tersimpan sesuatu yang akan dicari itu. Sesuatu yang akan dicari anak didik merupakan tujuan belajar yang akan dicapainya. Tujuan belajar itulah sebagai pengarah yang memberikan motivasi kepada anak didik dalam belajar.
Ada beberapa bentuk tindakan yang dapat dilakukan guru maupun orang tua dalam upaya meningkatkan motivasi belajar anak, antara lain:
1. Memberi Angka
Angka dimaksud adalah sebagai simbol atau nilai dari hasil aktivitas belajar anak didik. Angka atau nilai yang baik mempunyai potensi yang besar untuk memberikan motivasi kepada anak didik lainnya. Namun, guru harus menyadari bahwa angka/nilai bukanlah merupakan hasil belajar yang sejati, hasil belajar yang bermakna, karena hasil belajar seperti itu lebih menyentuh aspek kognitif. Bisa saja nilai itu bertentengan dengan efektif anak didik. Untuk itu guru perlu memberikan angka/nilai yang menyentuh aspek efektif dan keterampilan yang diperlihatkan anak didik dalam pergaulan/kehidupan sehari-hari. Penilaian harus juga diarahkan kepadda aspek kepribadian anak didik dengan cara mengamati kehidupan anak didik di sekolah, tidak hanya semata-mata berpedoman pada hasil ulangan di kelas, baik dalam bentuk formatif atau sumatif.
2. Hadiah
Hadiah adalah memberikan sesuatu kepada orang lain sebagai penghargaan atau kenang-kenangan/cenderamata. Dalam dunia pendidikan, hadiah atau reward bisa dijadikan sebagai alat motivasi. Hadiah dapat diberikan kepada anak didik yang menunjukkan kemauan dan peningkatan dari hasil belajarnya. Bentuk hadiah dapat beragam disesuaikan dengan kemampuan dan keinginan dari siswa yang penting hadih tersebut dapat memberikan nilai positif bagi peningkatan motivasi belajar siswa.
3. Kompetisi
Kompetisi adalah persaingan, dapat digunakan sebagai alat motivasi untuk medorong anak didik agar mereka bergairah belajar. Bila iklim belajar yang kondusif terbentuk, maka setiap anak didik terlihat dalam kompetisi untuk menguasai bahan pelajarran yang diberikan. Selanjutnya, setiap anak didik sebagian individu melibatkan diri mereka masing-masing kedalam aktivitas belajar. Kondisi inilah yang dikehendaki dalam pendidikan modern, yakni cara belajar siswa aktif (CBSA), bukan catat buku sampai akhir pelajaran yang merupakan kepanjangan dari CBSA pasaran. Kompetisi sebaiknya dilakukan dalam kondisi-kondisi tertentu, karena jika salah dalam pengelolaannya malah dapat menyebabkan siswa berkesulitan belajar malah menurun motivasi belajarnya.
4. Ego-Involvement
Menumbuhkan kesadaran kepada anak didik agar merasakan pentingnya tugas dan menerimanya sebagai suatu tantangan sehingga beklerja keras dengan mempertahankan harga diri, adalah sebagai salah ssatu bentuk motivasi yang cukup penting. Seseorang akan berusaha dengan segenap tenaga untuk mencapai prestasi yang baik dengan menjaga harga dirinya. Penyelesaian tugas dengan baik adalah simbol kebanggaan dan harga diri. Begitu juga dengan anak didik sebagai subjek belajar. Anak didik akan belajar dengan keras bisa jadi karena harga dirinya.
5. Memberi Ulangan
Ulangan bisa dijadikan sebagai motivasi, anak didik biasanya mempersiapkan diri dengan belajar jauh-jauh hari untuk menghadapi ulangan. Oleh karena itu, ulangan merupakan strategi yang cukup baik untuk memotivasi anak didik agar lebih giat belajar. Namun demikian, ulangan tidak selamanya dapat digunakan sebagai alat motivasi. Ulangan yang guru lakukan setiap hari dengan tak terprogram, hanya karena selera, akan membosankan anak didik.
Oleh karena itu,ulangan akan menjadi alat motivasi bila dilakukan secara akurat dengan teknik dan setrategi yang sestematis dan terencana.
6. Mengetahui Hasil
Mengetahui hasil belajar bisa dijadikan sebagai alat motivasi. Bagi anak didik yang menyadari betapa besarnya sebuah nilai prestasi belajar akan meningkatkan intensitas belajarnya guna mendapatkan prestasi belajar yang melebihi prestasi belajar diketahui sebelumnya. Prestasi belajar yang rendah menjadikan anak didik giat belajar untuk memperbaikinya. Sikap seperti itu bisa terjadi bila anak didik merasa rugi mendapat prestasi belajar yang tidak sesuai dengan harapan.
7. Pujian
Ujian yang diucapkan pada waktu yang tepat dapat dijadikan sebagai alat motivasi. Pujian adalah bentuk reinforcement yang positif dan sekaligus merupakan motivasi yang baik. Guru bisa memanfaatkan pujian untuk memuji keberhasilan anak didik dalam mengerjakan pekerjaan sekolah. Pujian diberikan sesuai dengan hasil kerja, bukan dibuat-buat atau bertentangan sama sekali dengan hasil kerjaan anak didik.
8. Hukuman
Meski hukuman sebagai reinforcement yang negatif, tetapi bila dilakukan dengan tepat dan bijak akan merupakan alat motivasi yang baik dan efiktif. Hukuman akan merupakan alat motivasi bila dilakukan dengan pendekatan edukatif, bukan karena dendam. Pedekatan edukatif dimaksud di sini sebagai hukuman yang mendidik dan bertujuan memperbaiki sikap perbuatan anak didik yang dianggap salah. Sehingga dengan hukuman yang diberikan itu anak didik tidak mengulangi kesalahan atau pelanggaran. Minimal mengurangi frekuensi pelanggaran. Akan lebih baik bila anak didik berhenti melakukannya dihari mendatang.
Motivasi merupakan keadaan internal organisme yang mendorong untuk berbuat sesuatu. Motivasi dapat dibedakan kedalam motivasi intrinsik dan ekstrinsik. Motivasi intrinsik merupakan keadaan yang berasal dari dalam diri siswa sendiri yang dapat mendorongnya untuk belajar,misalnya perasaan menyenangi materi dan kebutuhannya terhadap materi tersebut,apakah untuk kehidupannya di masa depan siswa yang bersangkutan atau untuk yang lain. motivasi ekstrinsik merupakan keadaan yang datang dari individu siswa yang juga mendorongnya untuk melakukan kegiatan belajar. Pujian dan hadiah,peraturan atau tata tertib sekolah, keteladanan orangtua, guru merupakan contoh-contoh kongkret motivasi ekstrinsik yang dapat mendorong siswa untuk belajar.
Kekurangan atau ketiadaan motivasi baik yang intrinsik maupun ektrinsik apalagi bagi anak berkesulitan belajar akan menyebabkan siswa kurang bersemangat untuk melakukan kegiatan belajar baik di sekolah maupun di rumah. Dampak lanjutnya adalah pencapaian hasil belajar yang kurang memuaskan.
(Materi ini disampaikan pada kegiatan Dialog Interaktif RC Kesulitan Belajar Dinas Pendidikan Prov. Jabar dengan Orang Tua Siswa SD yang Berkesulitan Belajar se Kecamatan Kiaracondong Bandung, 2009)